Gimana? Mungkin dari judulnya aja udah bisa ketebak ya...
Yup! It was November 22, 2015; The first time we met.
Well, sebelum mulai bercerita, I want y’all to know guys, that I don’t have any intention to show off about anything. Di sini murni aku cuma mau berbagi cerita tentang hal yang aku anggap begitu unique, memorable dan it could be miraculous.
Ok, let’s get straight to the point.
Di suatu sore, aku pergi membawa sebuah goodie bag berisikan satu pasang pakaian resmi ke tukang jahit langgananku. Tapi, wow... Banyak juga antrian yang harus aku lewati sebelum sampai pada giliranku. Padahal tujuanku adalah: hanya mengecilkan bagian lengan baju resmi tersebut karena malam nanti aku harus menghadiri sebuah acara pernikahan.
Singkat cerita, karena aku malas untuk bolak-balik rumah-tukang jahit-rumah-tukang jahit-rumah, maka aku memutuskan untuk menunggu jahitannya selesai sembari makan dan mendengarkan musik di dalam mobil. It was so heavy rain and made me like “Uh, malesnya harus ke kondangan jam 7 malem, hujan gede gini enaknya bobo, mana ini udah jam setengah 5, besok akupun harus masuk pagi.”
Sempet dibuat galau karena beberapa faktor, akhirnya akupun memutuskan untuk menghadiri acara pernikahan malam itu. Tapi, aku pergi ke acara tersebut dengan keluarga sahabatku yang bernama Thania. Setelah jahitan selesai, aku langsung pulang ke rumah, mandi dan pergi ke rumah Thania.
Di rumah Thania, we got our make up done by Ibu Kusma (MUA langganan kita, hehehe). Setelah semua siap untuk berangkat, Mama & Papa Thania diantarkan lebih dulu oleh supir Thania ke acara pernikahan malam itu. Selanjutnya, rombongan kedua adalah Thania, Dek Intan (adik Thania) dan aku yang diantarkan kesana.
Acara pernikahan tersebut berlokasi sekitar 1km dari rumah Thania. If you knew the place, it was Kodiklat TNI-AD. Sesampainya di sana, Thania, Dek Intan dan aku hanya masuk sambil melihat-lihat dan mengobrol tentang dekorasi pernikahan dr. Mei dan Lettu Inf. Ridho malam hari itu.
Setelah beberapa menit acara mengobrol kami, tiba-tiba, jajaran tentara yang akan melaksanakan tradisi upacara Pedang Pora sudah bersiap-siap. Saat itu, aku hanya fokus melihat kedua mempelai yang akan melewati aisle dengan hamparan pedang-pedang di atas kepala mereka. Tapi, tiba-tiba Thania berkata, “Loh itu kan temenku Purnomo beb (she called me beb anyway). Dia kan armed, padahal yg nikah ini tuh abangnya kecabangan infanteri.”
Dan reaksiku saat itu adalah, “Oh... Yang mana pula yang dimaksud Thania? Orang banyak kaya gitu tentaranya, mirip semua pula.” and I was honestly not interested with that kinda stuff yet. Sampai akhirnya acara Pedang Pora selesai, aku dan Dek Intan serta Thania memutuskan untuk ke toilet demi menge-check dan men-touch-up make up kami. Seselesainya dari toilet, kami memutuskan untuk berfoto dan makan-makan di acara malam itu.
Awalnya aku makan bertiga dengan Thania dan Dek Intan, tapi entah kenapa jadi tinggal aku dan Dek Intan yang masih penasaran banget pengen cobain chocolate fondue yang ada di sana and finally, emang bener-bener cuma aku dan Dek Intan yang sibuk makan fondue di stand makanan, while Thania was brought by her mom in the middle of a conversation with Purnomo. Saat makananku dan Dek Intan udah habis, Mama Thania manggil kita berdua untuk dikenalkan dengan Purnomo.
“Kenalin, yang ini adiknya Thania, Intan, anak management. Kalau yang ini sahabatnya Thania, Selly, Ibu dokter ini.”, kata Mama Thania kepada Purnomo.
Dan kamipun saling berjabat tangan. HAHAHA.
Setelah Mama Thania pergi meninggalkan kami ber-4, hadirlah percakapan antara Thania dan Purnomo yang sama sekali aku gak paham. Percakapan itu adalah:
Thania: “Pur, gimana kabarnya N***a?”
Purnomo: *geleng-geleng*
Thania: “Lho Pur? Masih sama N***a kan?”
Purnomo: *geleng-geleng* menandakan kalau mereka sudah gak berhubungan lagi.
Thania: “Kenapa Pur? Kok bisa? Kan udah lama banget kan kalian?”
Purnomo: “Gak cocok aja Than, hehe.”
Thania: “Oke oke, yaudah...”
Dan entah kenapa, sempat kikuk sebentar, tapi kemudian Purnomo mulai ngajak ngobrol aku. Dia tanya
“Kuliah dimana?”, “Semester berapa?”, “Ambil jurusan apa?”, “Aslinya darimana, Sel?”
Dan aku langsung jawab pertanyaan interograsi dia dengan, “Aku kuliah di Unpad, Sarjana nya kemarin udah kelar, sekarang lagi koas. Aku ambil kedokteran gigi nih. Dan aku aslinya dari Magelang.”
Purnomo: “Haha, gara-gara anak kedokteran gigi, jadi giginya harus dibehel ya? Oiya, kamu Magelangnya mana Sel?”
Selly: “Haha, bisa aja, gak dong, gak ada hubungannya behel dengan anak FKG. Aku dulu tinggal di Pancaarga, kalau kamu dulu di SMA TN ya? Temen TN nya Thania kan? Oiya, kalau mantan kamu dulu anak mana Pur?”
Purnomo: “Oh, Magelang. Ayahmu dinas dimana Sel? Anak kebidanan Sel.”
Selly: “Di Jasdam 3 Slw Pur, Oh kebidanan mana dia?”
Purnomo: “Oh, Jasdam. Di Semarang. Namanya apa ya gatau.”
Selly: “Wah parah ya kamu, masa mantan sendiri kuliah dimana gatau, jahat banget.”
Dan kita malah ngakak bareng. Kita ngobrol sambil nemenin Purnomo makan. Setelah Purnomo selesai makan, Thania ngajak aku dan Dek Intan untuk antri foto di area photo booth. Tapi, entah kenapa, Purnomo ikut kita sampai antri dan bahkan sampai kitapun foto ber-4 di photo booth tersebut. Selama menunggu antrian, ada percakapan antara aku-Thania-Purnomo yang akhirnya tanpa sengaja me-reveal identitas ku sebagai seorang Jomblowati, hahaha.
Singkat cerita, selama di area photo booth, kita dapat 2x kesempatan berfoto dengan kamera SLR/Studio yang sudah disediakan. Akupun berinisiatif untuk meminta tolong juru fotonya untuk mengambil foto kami ber-4 menggunakan kamera HP-ku. Dan setelah kami keluar dari area photo booth tersebut, aku berbicara kepada Thania sambil menunjukkan HP-ku, “Than, foto kita ber-4 bagus nih.”
And, you know what?!! Ternyata, aku gak nyangka kalau Purnomo dengar percakapan antara kita berdua tadi. he was straight to ask, “Sel, aku minta fotonya dong, kirim via Line ya?”
And my heart was like, “OMG, Line? Kalau aku bilang gak punya pasti dia gak percaya. Anak ndeso macam apa hari gini gak punya line.” dan akhirnya, akupun gak punya pilihan lain, selain ngasih id line-ku ke Purnomo. Dan sebelum akhirnya aku pulang, Purnomo minta tolong ke aku untuk berfoto berdua dengannya karena dia mendapat tugas dari seniornya. Dengan ekspresi agak kebingungan atas manfaat “foto berdua” tersebut, akhirnya aku mengiyakan untuk foto berdua dengan dia.
Diapun mengucapkan terimakasih atas bantuan yang aku berikan sembari kita saling berpamitan untuk pulang. Di jalan menuju pintu keluar, aku membalas chat dia berupa emot “HI” yang dia kirimkan sebelumnya.
Aku balas, “Fotonya nanti ya Purnomo kalau aku udah sampai rumah.”
Dan dia membalas, “Ok, hati-hati di jalan ya...”
It was November 22th 2015; The first time we met.
Padahal, di balik pertemuan itu, ada cerita kelabilanku untuk menghadiri acara tersebut dikarenakan jadwal pagi keesokan harinya. Dan ada cerita kebingungan Purnomo untuk menghadiri acara tersebut, dikarenakan dia sedang sakit.
Ini yang aku bilang uniqe, memorable dan miraculous; Seandainya salah satu dari kita (aku&Purnomo) gak hadir ke acara tersebut, mungkin saat ini, kita berdua belum menjadi kita seperti sekarang. Itulah sebabnya aku sangat bersyukur dengan skenario Allah yang sangat luar biasa untuk aku dan Purnomo. Alhamdulillah... Mungkin terlalu cepat buat aku menceritakan ini, tapi sebenarnya, justru cerita ini begitu sangat berharga sehingga aku ingin cerita ini aku posting secara khusus di blog pribadiku. Sebagai bentuk rasa syukurku atas terjadinya cerita ini.
It was 22 of November.
![]() |
Sorry for the bad image, honestly, it was pretty dark to take a photo. |
No comments:
Post a Comment